Bayi Rakyat, Lukisan yang Mampu Berjalan Sendiri
Cara Memahami Realisme
"Kamu ini lho… hidup dan tinggal di Bali… tapi kok tidak melukis obyek Bali.. seperti pelukis lainnya ,..misalnya gadis Bali, tari Bali, Odalan.. dsb..??”.
Lihat Lukisan/tulisan yang terkait topik ini:
![]() |
"Bayi Rakyat" (1981-83) oil/canvas, 90 x 120cm, karya: Herri Soedjarwanto. Koleksi Boss BNI... pindah tangan ke kolektor di Amerika |
Beberapa waktu yang lalu saya terima email dari
Amerika, dia seorang
kolektor. Dia punya karya beberapa pelukis senior Indonesia, dan tentu saja pelukis Amerika. Kita saling berbalas email, dan ini terjemahan bebasnya :.
“ Saya tiba di Website Anda secara kebetulan. Senang sekali
saya bisa menemukan Anda . Saya punya beberapa lukisan Anda, saya beli dari
seorang kolektor senior di Indonesia
(Jakarta) beberapa tahun yang lalu. Salah satunya adalah “Bayi Rakyat” yang kebetulan
saya lihat di blogspot Anda. Saya rasa itu adalah salah satu karya masterpiece
Anda”.
Tentu saya sangat bersyukur mendengar kabar tersebut.
Ternyata sebuah lukisan yang kuat akan mampu menemukan dan menempuh jalannya sendiri bahkan tanpa usaha dan campur tangan pelukisnya.
Tentu saya sangat bersyukur mendengar kabar tersebut.
Ternyata sebuah lukisan yang kuat akan mampu menemukan dan menempuh jalannya sendiri bahkan tanpa usaha dan campur tangan pelukisnya.
Cara Memahami Realisme
Di bagian lain beliau menulis:
“Sudah cukup
lama, saya selalu tertarik ingin
tahu, kenapa Anda lukis anjing itu dengan satu kaki sedikit patah ( bengkok)..?
dan hidung ( moncong ) anjing itu agak berubah bentuk (bengkak) ?
Apa alasan untuk itu semua? .. Maafkan pertanyaan saya, sudah bertahun-tahun saya benar benar sangat tertarik untuk
mengetahuinya.”
Kemudian saya jawab:
“Di Desa Pejeng Bali
pada saat itu, praktis setiap rumah
memiliki paling sedikit 2 sampai 4 ekor anjing, bahkan bisa jauh lebih
banyak lagi jika mereka terus beranak
pinak. Anjing-anjing itu diperlakukan layaknya anggota keluarga. Mereka biasa
makan dan tidur bersama anggota keluarga lain. Mereka sangat setia
menjaga tuannya dan wilayahnya (rumah tuannya) dari gangguan anjing
lainnya.
Kedatangan anjing tetangga sering memicu pertarungan sengit yang membuat luka di bagian mulut hidung dan
kaki.. Adalah hal yang biasa bila
sehari-hari kita ketemu anjing pincang, bengkak atau terluka. Bahkan jika
lukanya cukup serius,, sering
mengakibatkan kematian. Kematian pelan-pelan, karena pembusukan luka ..
Penuh penderitaan buat si anjing, dan cukup mengganggu lingkungan dengan bau luka yang busuk, tak sedap..
Catatan
“Pertanyaannya
diatas, menunjukkan bahwa dia sangat memahami realism. Dia punya pengamatan
yang tajam mendalam, Sangat jeli dalam melihat
detail lukisan., dan tahu dengan cara apa dan bagaimana seharusnya menilai
sebuah lukisan realisme, yang sejatinya berbeda dengan cara menilai lukisan jenis lain.
Pendek kata dia tahu bahwa seorang pelukis tidak mungkin
sembarangan dan asal-asalan meletakkan sesuatu dalam lukisannya, melainkan
pasti ada alasannya , pasti ada konsepnya... ”
[ Sungguh berbeda jauh dengan cara pandang sebagian
saudara kita di sini, yang begitu
melihat lukisan realism langsung memvonis :Realisme itu tak ada apa-apanya , Cuma mengcopy gambar…duh
kasihaaan.]..
PERJALANAN PANJANG
SEBUAH LUKISAN
“Bayi Rakyat” adalah lukisan realism social yang
melukiskan Realita Kehidupan sehari-hari Rakyat
Jelata di Bali. Pak Dullah dan Pak S.Sudjojono sangat memuji lukisan ini.. Tapi
beberapa kali dipamerkan tak ada yang mau beli… Begitu juga pihak galeri maupun
kolektor yang ditawari.. Mereka (waktu itu) bilang bahwa lukisan ini “terlalu
berat” (?? entah apa maksudnya..)..Jadi mereka lebih suka membeli lukisanku yang
“ringan dan manis” yang bergaya Dullah-isme.
Akhirnya setelah beberapa tahun mengendap di rumah, datang juga kolektor yang
mencari lukisan serius dan berat . Beberapa kali kudengar lukisan Bayi Rakyat
ini berpindah tangan. Dan kabar yang terbaru (2013) seperti tersebut di atas,
ternyata Bayi Rakyat telah berjalan sendiri dan menempuh jarak yang
cukup jauh, melintasi benua.
Ini semakin membuka mataku bahwa lukisan yang dibuat dengan jujur, ikhlas dan sepenuh hati akan dilimpahi dengan kekuatan dan energi positif sehingga mampu menembus ruang dan waktu, mencari jalannya sendiri, mencari posisi sendiri.. bahkan tanpa campur tangan pelukisnya.
Ini semakin membuka mataku bahwa lukisan yang dibuat dengan jujur, ikhlas dan sepenuh hati akan dilimpahi dengan kekuatan dan energi positif sehingga mampu menembus ruang dan waktu, mencari jalannya sendiri, mencari posisi sendiri.. bahkan tanpa campur tangan pelukisnya.
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Tulisan sebelumnya tentang Bayi Rakyat.
"Berpihak Pada Rakyat" Dialog dengan S. Sudjojono
Sekitar tahun 80an, di Bali, pada suatu kesempatan saya bertemu dengan S.Soedjojono (Bapak Seni lukis Modern Indonesia) untuk menunjukkan karya-karya saya. Setelah mengamati sejenak , spontan Soedjojono berkomentar penuh makna:
"Kamu ini lho… hidup dan tinggal di Bali… tapi kok tidak melukis obyek Bali.. seperti pelukis lainnya ,..misalnya gadis Bali, tari Bali, Odalan.. dsb..??”.
“Lho ..pak..ini saya juga melukis obyek Bali…kok... Tapi memang bukan dari sisi Realita Turisme Bali, melainkan dari sisi Realita Kehidupan Sehari-hari Rakyat Jelata di Bali…!. “ bantah saya, yang langsung disambut tawa lepas pak Sudjojono..
”..Bagus..bagus..!..Sudah betul itu.. Kamu sudah kuasai tehnik realism, kamu sudah punya karakter dan jati diri … segera saja keluar dari sanggar. Sebab kalau terlalu lama di sana saya khawatir kamu nanti malah jadi seperti Dullah....
Dan tinggal satu lagi : ... betul seperti yang sudah kau rintis selama ini: kamu harus berpihak....pesan saya : Berpihaklah pada Rakyat Kecil..!! disitulah sumber kekuatanmu dan kekuatan seniman pada umumnya..”.
Memang di periode awal-awal saya melukis, saya agak gelisah juga menyadari bahwa apa yang saya lukis "nyempal " (berbeda) dari tradisi seni lukis Dullah. Namun setelah pertemuan dengan Sudjojono (yang kemudian sering terjadi). Saya menjadi sadar ( tepatnya disadarkan) memang ada perbedaan besar dan mendasar antara saya dengan teman-teman lain di Sanggar Pejeng. Mereka ( termasuk yang paling senior sekalipun ), mempelajari tekhnik melukis Dullah dengan tujuan akhir mencapai seni lukis Dullah!! Sedangkan saya dengan sadar mempelajari tekhnik melukis Dullah, untuk bekal menemukan seni lukis saya sendiri, bukan untuk mencapai seni lukis Dullah.
Perwujudannya dalam karya tampak jelas berbeda sekali. Ketika masih sama-sama di Sanggar Pejeng (1977-1983), selagi murid-murid Dullah yang lain asyik melukis bunga, jambu, wajah kakek nenek, gadis, bocah, penari Bali (yang hampir kesemuanya setengah badan), tafril kampung, sawah, dan di seputar objek-objek itu saja, (dominan obyek seni-lukis Dullah), kanvas-kanvas saya sudah dipenuhi thema realisme social. Dengan komposisi “rumit” narative yang tentu saja "nyempal " (berbeda) dari tema “tradisional” khas Dullah tersebut. Ringkasnya, ketika yang lain cari gampangnya saja dalam melukis, saya justru melukis obyek dan thema realism social yang ‘sulit’ rumit, serius dan berat.
Dan pada kenyataannya dalam perjalanan karier melukis, saya baru mulai tertarik untuk kadang -kadang melukis obyek -obyek realisme turistik Bali ( sebut saja begitu)... setelah berjalan kurang lebih 5 - 6 tahun kemudian, justru setelah tak menetap di Bali ( tapi masih rutin bolak balik Solo-Bali )....
Nampak si bayi dalam dekapan dan ditunggui kakaknya yang masih kecil-kecil didalam ruang dapur yang runtuh sebagian temboknya. Di sekitarnya berserak alat-alat dapur bekas memasak. Di dekatnya nya seekor anjing kampung sedang mengintai kesempatan mencuri makan. Di luar , si ibu sedang berangkat , menyunggi meja terbalik di kepalanya. Di meja itu diletakkan panci masakan, piring , gelas, periuk, kompor dan alat berjualan lainnya.
![]() |
"Sudut Desa Pejeng, Bali" karya: Herri Soedjarwanto |
CATATAN: Obyek yang kulukis diatas adalah sebuah kejadian nyata yang kulihat dengan mata kepala sendiri, setiap hari, selama satu bulan penuh..
Ceritanya aku sedang membuat lukisan pemandangan alam “Sudut Desa Pejeng, Bali”. Lukisan Desa Pejeng itu kukerjakan secara langsung di depan obyeknya setiap hari (jam 6-9 pagi) selama30 hari penuh. Nah… posisiku melukis, pas disebelah rumah si bayi itu. Beberapa hari setelah lukisan "Sudut Desa Pejeng" selesai, baru aku garap lukisan “Bayi Rakyat” tersebut.
Pengakuan tulus dari: FATIMAH TKI, kerja di Singapura
BalasHapusSaya mau mengucapkan terimakasih yg tidak terhingga
Serta penghargaan & rasa kagum yg setinggi-tingginya
kepada KY FATULLOH saya sudah kerja sebagai TKI
selama 5 tahun Disingapura dengan gaji Rp 3.5jt/bln
Tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
Apalagi setiap bulan Harus mengirimi Ortu di indon
Saya mengetahui situs KY FATULLOH sebenarnya sdh lama
dan jg nama besar Beliau
tapi saya termasuk orang yg tidak terlalu yakin
dengan hal gaib. Karna terdesak masalah ekonomi
apalagi di negri orang akhirnya saya coba tlp beliau
Saya bilang saya terlantar disingapur
tidak ada ongkos pulang.
dan KY FATULLOH menjelaskan persaratanya.
setelah saya kirim biaya ritualnya.
beliau menyuruh saya untuk menunggu
sekitar 3jam. dan pas waktu yg di janjikan beliau menghubungi
dan memberikan no.togel "8924"mulanya saya ragu2
apa mungkin angka ini akan jp. tapi hanya inilah jlnnya.
dengan penuh pengharapan saya BET 200 lembar
gaji bulan ini. dan saya benar2 tidak percaya & hampir pingsan
angka yg diberikan 8924 ternyata benar2 Jackpot….!!!
dapat BLT 500jt, sekali lagi terima kasih banyak KY
sudah kapok kerja jadi TKI, rencana minggu depan mau pulang
Buat KY,saya tidak akan lupa bantuan & budi baik KY.
Demikian kisah nyata dari saya tanpa rekayasa.
Buat Saudaraku yg mau mendapat modal dengan cepat
~~~Hub;~~~
Call: 0823 5329 5783
WhatsApp: +6282353295783
Yang Punya Room Trimakasih
----------