Sebuah pendahuluan
Dullah, Herri dan seorang model |
Pertanyaan yang ingin dijawab dalam rangkaian catatan ini meliputi:
-Apa tujuan Dullah mendirikan sanggar ? Apa saja yang
diajarkan Dullah ? -Bagaimana sistem mengajar Dullah ??
-Bagaimana sistem perekrutan murid / anggota sanggar.? -Apa, siapa
dan bagaimana saja jenis-jenis murid
Dullah.? –Bagaimana system ekonomi sanggar? –Bagaimana murid/ anggota sanggar mencukupi kebutuhannya? –Benarkah system mengajar Dullah menyebabkan
terjadinya pemalsuan lukisan? -Sekitar pembubaran sanggar Pejeng oleh Dullah. -Siapa
murid yang dinilai kuat oleh Dullah.. ?
Mari kita awali dengan pertanyaan yang paling pokok dan penting, karena jawaban awal ini menentukan
keabsahan jawaban-jawaban selanjutnya.
Menurut Dullah (sebagai seorang maestro), siapakah murid terbaik Dullah, murid terkuat,
yang paling dipercaya Dullah, menjadi pewaris Dullah dan paling diharapkan
menjadi penerus dan menyuarakan ide, gagasan realisme Dullah , cita-cita Dullah
dan Penyambung lidah Dullah… ??
Jawabannya tak seperti
yang Anda duga.. Ternyata… seperti yang terlihat
pada ‘peninggalan’ Sanggar Pejeng , maka : Herry.S (Herri Soedjarwanto) adalah murid yang dipilih Dullah..!!
Kedengarannya narsis bukan ??.. tapi sekali lagi… itu menurut Dullah, bukan menurut saya..
bukan menurut pengamat / qurator, bukan
menurut wartawan/penulis, bukan menurut Kriteria
bisnis lukisan., bukan pula menurut selera murid-murid Dullah yang lain… bukaaannn…
Tapi sekali lagi : menurut
maestro Dullah.. (*dengan bukti dan
fakta tak terbantahkan dari Dullah sendiri , seperti yang akan saya
tunjukkan nanti*).
Memang banyak murid Dullah juga bisa mengaku-ngaku
seperti itu… tapi bedanya mereka tak punya bukti dan fakta… Dua alat bukti yang sah dan meyakinkan (..itu
kalau menurut bahasa hukum KPK.. ;-).. Biasanya mereka cuma omong besar.. katanya- katanya.., dengan saksi-saksi konconya yang pernah menerima
kebaikan, utang budi, balas budi , setia kawan… kalau bahasa sekarang orang
yang sudah ‘terbeli’ atau ‘tergadai’ oleh kepentingan tertentu…
Tapi saya ingatkan : kata-katanya itu tak pernah diakui
Dullah kecuali sekedar basa-basi.. tak pernah diabadikan langsung secara resmi dalam sebuah buku yang ditulis
oleh Dullah sendiri..
Kenapa saya ungkapkan
hal itu semua..??
Ada pertanyaan krusial , benang kusut tentang sanggar Pejeng dan Dullah yang harus dijawab
oleh orang yang benar-benar dekat, sehati, sepikiran , memahami betul apa pikiran , perasaan, cita-cita, visi dan misi Dullah.. Orang yang dipilih oleh Dullah
sendiri.. bukan sembarang orang yang sok tahu dan mengaku-aku. Yang sejatinya belajar langsung pada pak Dullah pun tak pernah..!
Dan dengan kerendahan hati harus saya katakan bahwa: pada
“masa keemasan “ sanggar Pejeng , (1977-1983) ketika semua muridnya sejak
angkatan pertama sampai terakhir berkumpul disana (+/-40 orang) …. Maka orang terdekat yang dipilih Dullah dalam konteks pertanyaan diawal tulisan ini, adalah Herri … bukan yang lain.(silahkan baca terus, bukti dan faktanya akan terungkap).
Dan kemudian Hendro..
yang menggantikan posisi Herri sekitar 6
tahun kemudian (1984), yaitu pada era persiapan pembangunan Museum.… Hendro telah
terbukti merawat dengan sangat baik
seluruh karya dan warisan Dullah di dalam Museum.
Selain itu, jika
kesehatannya baik, seharusnya Kok
Poo, sebagai murid tertua mewakili generasi angkatan pertama murid Dullah.
Apa Masalah yang
membuat saya dengan sangat terpaksa menunjuk diri sendiri ?
Jawabnya: “Ada percobaan
pencemaran nama baik Dullah” yang harus dijernihkan.
Beberapa waktu yang lalu ada beberapa tamu datang ke Solo.
Mereka ingin tahu tentang Dullah dan sanggar Pejeng . Selama ini mereka mendengar
beberapa gosip, isu-isu miring tentang
Dullah dan sanggar Pejeng terkait dengan
lukisan Dullah palsu yang beredar di pasaran.
Sebetulnya saya enggan bicara masalah itu.. Karena , kalau
saya bicara blak-blakan maka itu sama saja membuka borok beberapa teman sendiri yang terlibat langsung maupun
tak langsung dengan lukisan palsu.
Tapi kali ini saya memang harus bicara, bukan karena lukisan
palsunya.. tapi lebih karena nama baik Pak Dullah sedang dinodai… Beliau yang
sudah banyak berjasa, dan telah damai di alam sana tiba-tiba saja menjadi
terdakwa bahwa system mengajar Dullah di
sanggar Pejeng lah sumber masalah pemalsuan ini…
Saya sungguh prihatin, murid-murid
paling senior yang seharusnya membela nama baik Dullah , malah ikut nimbrung
memanfaatkan situasi demi keuntungan pribadi, yang semakin merugikan nama baik
pak Dullah…
Dulu banyak orang datang menanyakan keaslian lukisan Dullah,
tapi tak satupun yang pernah lolos dari seleksi ketat saya...Lalu, saya dianggap
sebagai orang yang kaku, tak bisa dibengkokkan tak bisa diajak kerja sama. Sehingga ada konspirasi untuk berusaha
mengucilkan saya, menutupi keberadaan saya, bahkan menutupi riwayat kedekatan
saya dengan Dullah di Sanggar Pejeng. Gilanya, beberapa orang yang dulu ikut
saya ke Bali, saya ajari nggambar sampai
bisa jual gambar, ikut-ikutan hendak menutupi atau bahkan menghapus riwayat
itu.
Saya belajar sabar dengan selalu mengingat bahwa: Pak Dullah yang sudah begitu baik dan besar
jasanya saja , mereka tega
mengkhianati,.. apalagi terhadap saya ..??
Pak Dullah juga sering kali berwasiat kepadaku: “ Bersabarlah
Her… sekencang-kencangnya kebohongan berlari, pasti akan terkejar oleh kebenaran.. “
Dan mungkin inilah saatnya mengungkapkan kebenaran itu.
Sedikit demi sedikit… yang akhirnya nanti akan menjawab permasalahan Dullah dan
system mengajarnya , sekaligus mengungkapkan kebesaran jiwa Dullah.
(bersambung.. (II)"Dullah, Herri dan Sanggar Pejeng".. klik disini )
(bersambung.. (II)"Dullah, Herri dan Sanggar Pejeng".. klik disini )
mas herri sy membaca di blog anda bahwa proses melukis adalah proses meneliti,mengamati dan memahami alam. karena itu melukis juga berarti ibadah. tp ada juga yg mengatakan bahwa melukis mahluk bernyawa dilarang dlm agama. bgmn menurut anda? bgmn menyatukannya? trims mas.
BalasHapusBukan agama yang melarang, tapi orang..! yaitu orang yang hanya membaca teks tanpa melihat konteksnya.. Orang yg lain lagi tak melarang, karena ia melihat lebih komprehensif... Jadi ini soal tingkat pemahaman orang saja... ini masalah cukup peka, untuk membahas tuntas , butuh tulisan panjang lebar..yang para ustadzpun mungkin belum pernah dengar..dari sudut pandang pelukis realis... tunggu saja..
BalasHapus