Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Membajak Sawah, Sebuah Pengabdian Panjang.


Membajak Sawah (detail lukisan )
Lukisan : 80 cm x 100 cm, oil/canvas
karya : Herri Soedjarwanto


( lukisan ini  mengingatkan.. bahwa kita orang kota...terus hidup, karena memakan sesuatu yang tumbuh di lumpur bercampur kotoran dan keringat, yang diinjak kaki para petani dan hewan ternaknya.).
 
Nyaris punah....:(
Catatan: Tahun 2003 di Bali sudah mulai sulit menemukan orang membajak sawah menggunakan sapi mereka beralih menggunakan mesin traktor, yang jauh lebih praktis, cepat dan ekonomis. Desa Pejeng, salah satu desa yang (waktu itu ) mewajibkan warganya untuk tetap mengunakan sapi, karena alasan pemerataan rezeki..Jadi para pemilik sapi masih bisa tetap bekerja, cari nafkah di sawah, meskipun tak punya lahan.. Tapi entah sampai kapan desa Pejeng bisa bertahan..?

Hanya soal waktu.. pemandangan unik dan eksotik.. membajak sawah dengan sapi.. ini akan makin langka..dan akhirnya punah,.. kelak hanya bisa kita lihat di buku-buku Guide To Bali… Semoga tidak..!!



Membajak Sawah, Sebuah Pengabdian Panjang

[mode cerita]
Masih sangat pagi, baru transisi dari gelap ke terang , masih dingin, masih enak tidur, ada orang berteriak didepan rumah, disebelah jendela..:” mas Herriiii , banguuun …, ayo kesawaaahh .. mbajaaakkk…”.

Kutengok, pak Made lewat, memanggul bajak di pundaknya sambil mengikuti langkah kedua sapinya … Setiap pagi lelaki tua ini
selalu melewati rumah kontrakanku kalau kesawah.. Kebetulan memang “alamat” rumahku adalah ‘ujung aspal terakhir’, karena setelah jalan aspal berakhir, langsung ke tanah becek persawahan.. Jadi setiap penduduk desa Pejeng yang mau ke sawah pasti melewati depan rumahku.

Pak Made tahu , aku suka menggambar kehidupan desa, jadi tanpa ragu dia berteriak membangunkan aku. Tak mau ketinggalan , aku segera menyusul dibelakangnya sambil menggendong tas alat gambar..

Dia mulai bekerja membajak sawah, aku mulai membuat gambar dan sketsa. Begitulah tiap hari aku ‘menemaninya’ bekerja.....Biasanya, sekitar dua jam kemudian, sekitar jam 8, datang istri atau anak perempuan pak Made membawa hantaran makan pagi.. Tak terbayang indah dan lezatnya makan ditengah sawah luas, kaki yang masih belepotan lumpur …duduk di pematang…dibawah atap langit,… hening,… sunyi ..cuma suara... gemericik air di parit kecil ...lenguhan sapi,..desisan angin membelai daun… ...(..gile..sok puitis banget .)....
Setelah itu kami bekerja lagi, sampai saatnya pulang jam 11-12 siang.



Seorang anak lelaki pak Made yang memiliki Art Shop di kota, sebenarnya sudah cukup mampu dan ingin memanjakan ayahnya…Namun sang ayah tak mau duduk manis di masa tua, ia tetap bekerja menggarap sawahnya… dengan penuh cinta dan dedikasi yang tinggi… 

“ Anak saya berbakat dagang, saya senang dia berhasil.. tapi sawah ini adalah hidup saya dan menghidupi banyak orang di kota. Harus tetap ada yang mengerjakan sawah, menyediakan beras untuk orang-orang kota…dan saya merasa senang , karena disinilah saya bisa berguna buat orang lain”. ujar pak Made polos, penuh “tanggung jawab nasional” dan penuh kebanggaan.. yang membuatku terhenyak… 

Ah..orang tua yang satu ini memang luar biasa…!! Berapa banyak orang kota yang masih memiliki kesadaran dan semangat pengabdian seperti ini? Apakah mereka juga sempat memikirkan nasib orang desa yang “menyediakan” makan buat mereka? …

Wajar kalau aku jatuh hati untuk mengabadikannya dalam sebuah karya lukisan..
Wajar pula aku menjadi geram ketika, orang kota yang berpikiran dangkal, yang tak mengerti soal kehidupan dan realisme, sok tahu, asal ngomong dan memvonis bahwa lukisan realis itu “tidak ada apa-apanya”, tak ada yang perlu dibicarakan lagi. Orang semacam ini memang harus belajar memahami seni lukis realisme, supaya dia tak terjebak menjadi ‘rasialis’ dan diskriminatif ketika menyikapi lukisan realisme…. 

Setidaknya... mudah-mudahan.. lukisan ini bisa mengingatkan bahwa kita orang kota...bisa terus hidup, karena memakan sesuatu yang tumbuh di lumpur bercampur kotoran dan keringat, yang diinjak kaki para petani dan hewan ternaknya..
  (solo, 10-10-2009)

5 komentar:

  1. Makasih mas Andika,... ini saya barusan posting lagi, lukisan naratif, kolosal... pra dan pasca rusuh Mei '98...... silahkan tengok.

    BalasHapus
  2. Makasih ya kak .. berkat adanya blog kakak ini,aku bisa ngerjain tugas Seni Budaya dengan lancar ..
    tapi kak,jangan realisme aja.Kalau bisa semua Aliran ada,hehhehe XD

    yaudah deh kak,segitu aja . makasih ya kak ..
    oh ya,kakak join blogger aku juga dong ??
    4jongwoon.blogspot..com


    makasih ya kak :D

    BalasHapus
  3. makasih juga Indira.. Memang Blog ini dibuat dengan tujuan utamanya memahami realisme: gimana sih sejatinya realisme yang serius itu..? karena jarang sekali realisme diajarkan dan dipahami dengan benar, bahkan di perguruan tinggi seni sekalipun.
    Jadi.. untuk aliran lain, meskipun nanti akan ada, sifatnya hanya sekedar untuk melengkapi saja.

    BalasHapus
  4. ihh, mantep dan bermakna banget pak (guru) hehe.. makin semangat berkarya ya pak, anak bangsa banget si bapak, keren2 soalnyaa ><

    BalasHapus

tulis komentar, pertanyaan, usul / saran disini